Dulu sekali ada seseorang yang pernah berkata kepadaku, "ketika kamu bekerja, bekerjalah dengan sungguh-sungguh sehingga menghasilkan yang terbaik, jangan dulu berpikir tentang imbalannya, jika kamu bekerja dengan baik, maka uang akan mengikuti dengan sendirinya".
Saat itu, aku masih terlalu belia untuk memahami perkataan beliau, tetapi sejak aku bekerja, mulai dari ngelesi bahasa inggris dan kemudian di kantor sekarang, aku bekerja sebaik mungkin. Setelah beberapa tahun baru bisa kumengerti maksud 'petuah' tersebut. Awal bekerja, boro-boro tugas luar kota, kadang cuma diberi pekerjaan-pekerjaan remeh bahkan gak ada kerjaan sama sekali. Kubawa santai aja. Toh rejeki gak akan lari kemana, anggap aja belum rejeki. Setiap diberi pekerjaan, walo remeh sekalipun, aku berusaha mengerjakan sebaik-baiknya.
Jika saat ini banyak orang yang menganggap betapa enaknya pekerjaanku karena sering luar kota, dapat tambahan uang yang tidak sedikit dsb. Aku cuma tersenyum. Ada tiga kisah yang ingin kutulis disini berkaitan dengan hal di atas.Yuk langsung aja kita tulis...ups baca maksudnya ^-^
1. Seorang gadis berusia 23 tahun baru saja di wisuda dan berhak menulis gelar Sarjana Sastra di belakang namanya. Dia baru saja memulai hidup baru tanpa ia sadari. Begitu bangga akan dirinya, begitu bangga akan gelar yang baru disandingnya. Walau belum mendapat ijazah resmi, ia mulai mengirimkan surat lamaran ke berbagai perusahaan atau apa pun yang bertuliskan: Lowongan pekerjaan untuk lulusan S1 Sastra Inggris/Lowongan pekerjaan untuk lulusan S1 semua jurusan. berpuluh surat lamaran dikirim via pos. Sebenarnya ibunya sudah berkata, "tidak usah terburu-buru mencari pekerjaan, toh baru lulus dan ijazah juga belum keluar" tapi si anak tetap saja mengirimkan surat lamaran. Dari berpuluh surat itu, ia cuma dipanggil ke 3 badan usaha/perusahaan. Hingga akhirnya berlabuh pada sebuah bimbingan belajar. Bekerja selama beberapa bulan dengan bayaran per 1,5 jam sekitar 10-15 ribu rupiah. Terkadang berpikir tidak sepadan dengan gelar S.S nya (gaya banget ya hehe). Setahun setelah wisuda, ia diterima di sebuah instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang pendidikan.
Awal dia bekerja disana ditempatkan di laboratorium bahasa. Ia sendiri berpikir, agak aneh juga, terus pekerjaan apa yang harus ia lakukan. Bisa dibayangkan deh. Dua lab bahasa yang tidak pernah tersentuh sama sekali, karena memang tidak pernah dipakai. Pekerjaan sehari-harinya (bersama seorang temannya) adalah bersih-bersih (what????). Yup, membersihkan lab-lab itu. mengelap boot-boot untuk listening, menyapu dan mengepel lantai, sampai membersihkan angin-angin di atas pintu dan jendela. Untuk pekerjaan yang terakhir, ia harus memakai kursi sebagai penopang, maklum lah pendek hehe. Berangkat kantor dengan baju kantoran rapi, setelah sampai sana berganti kaos. Hmmm hal itu dilakoni sekitar satu tahunan. Dan diusia 27 tahun dia bisa membeli rumah dari hasil keringatnya sendiri.
2. Seorang gadis lulus dari jurusan Kurikulum Ilmu Pendidikan, malah ia nyemplung sebagai terapis autis. Ketika awal bekerja,ia bahkan tidak memiliki standar pendidikan sebagai seorang terapis anak berkebutuhan khusus, tapi karena ketertarikan dan mungkin panggilan hati, ia belajar dan belajar. Bahkan ketika orang-orang yang memiliki 'standar secara keilmuan sebagai terapis' mencemooh dan menentang ia (yang tidak memiliki 'standar') karena dianggap tidak kompeten di bidangnya, ia tetap maju dan berusaha sebaik-baiknya. Hasilnya berbuah manis, anak-anak didiknya mengalami kemajuan, bahkan ada yang bisa masuk di sekolah umum. Tidak ada lagi yang berani mencemoohnya lagi.
3. Last but not least, bahkan yang terpenting, karena inilah aku menulis posting ini (tapi kok malah ditaruh paling belakang??? hehehe) pada suatu sore ketika suami sedang menonton pertandingan sepakbola di televisi. Ketika itu pertandingan dilaksanakan di Jepara, Stadion Gelora Bumi Kartini.
Suamiku berkata, "tukang rumputnya mau diboyong ke Jakarta"
Aku menjawab, "maksudnya gimana mas?"
Suamiku : "itu lo tukang rumput yang ngurusi rumput di Gelora Bumi Kartini mau diboyong ke Jakarta untuk ngurusi rumput yang di stadion Gelora Bung Karno, kan rumput di Bumi Kartini bagus banget"
Hmmm... bahkan seorang tukang rumput pun bisa berprestasi sedemikian rupa ya.
Bekerjalah dengan sungguh-sungguh, dengan hatimu, insyaAllah rejeki/uang pun akan datang mengikuti usahamu.
Jika saat ini banyak orang yang menganggap betapa enaknya pekerjaanku karena sering luar kota, dapat tambahan uang yang tidak sedikit dsb. Aku cuma tersenyum. Ada tiga kisah yang ingin kutulis disini berkaitan dengan hal di atas.Yuk langsung aja kita tulis...ups baca maksudnya ^-^
1. Seorang gadis berusia 23 tahun baru saja di wisuda dan berhak menulis gelar Sarjana Sastra di belakang namanya. Dia baru saja memulai hidup baru tanpa ia sadari. Begitu bangga akan dirinya, begitu bangga akan gelar yang baru disandingnya. Walau belum mendapat ijazah resmi, ia mulai mengirimkan surat lamaran ke berbagai perusahaan atau apa pun yang bertuliskan: Lowongan pekerjaan untuk lulusan S1 Sastra Inggris/Lowongan pekerjaan untuk lulusan S1 semua jurusan. berpuluh surat lamaran dikirim via pos. Sebenarnya ibunya sudah berkata, "tidak usah terburu-buru mencari pekerjaan, toh baru lulus dan ijazah juga belum keluar" tapi si anak tetap saja mengirimkan surat lamaran. Dari berpuluh surat itu, ia cuma dipanggil ke 3 badan usaha/perusahaan. Hingga akhirnya berlabuh pada sebuah bimbingan belajar. Bekerja selama beberapa bulan dengan bayaran per 1,5 jam sekitar 10-15 ribu rupiah. Terkadang berpikir tidak sepadan dengan gelar S.S nya (gaya banget ya hehe). Setahun setelah wisuda, ia diterima di sebuah instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang pendidikan.
Awal dia bekerja disana ditempatkan di laboratorium bahasa. Ia sendiri berpikir, agak aneh juga, terus pekerjaan apa yang harus ia lakukan. Bisa dibayangkan deh. Dua lab bahasa yang tidak pernah tersentuh sama sekali, karena memang tidak pernah dipakai. Pekerjaan sehari-harinya (bersama seorang temannya) adalah bersih-bersih (what????). Yup, membersihkan lab-lab itu. mengelap boot-boot untuk listening, menyapu dan mengepel lantai, sampai membersihkan angin-angin di atas pintu dan jendela. Untuk pekerjaan yang terakhir, ia harus memakai kursi sebagai penopang, maklum lah pendek hehe. Berangkat kantor dengan baju kantoran rapi, setelah sampai sana berganti kaos. Hmmm hal itu dilakoni sekitar satu tahunan. Dan diusia 27 tahun dia bisa membeli rumah dari hasil keringatnya sendiri.
2. Seorang gadis lulus dari jurusan Kurikulum Ilmu Pendidikan, malah ia nyemplung sebagai terapis autis. Ketika awal bekerja,ia bahkan tidak memiliki standar pendidikan sebagai seorang terapis anak berkebutuhan khusus, tapi karena ketertarikan dan mungkin panggilan hati, ia belajar dan belajar. Bahkan ketika orang-orang yang memiliki 'standar secara keilmuan sebagai terapis' mencemooh dan menentang ia (yang tidak memiliki 'standar') karena dianggap tidak kompeten di bidangnya, ia tetap maju dan berusaha sebaik-baiknya. Hasilnya berbuah manis, anak-anak didiknya mengalami kemajuan, bahkan ada yang bisa masuk di sekolah umum. Tidak ada lagi yang berani mencemoohnya lagi.
3. Last but not least, bahkan yang terpenting, karena inilah aku menulis posting ini (tapi kok malah ditaruh paling belakang??? hehehe) pada suatu sore ketika suami sedang menonton pertandingan sepakbola di televisi. Ketika itu pertandingan dilaksanakan di Jepara, Stadion Gelora Bumi Kartini.
Suamiku berkata, "tukang rumputnya mau diboyong ke Jakarta"
Aku menjawab, "maksudnya gimana mas?"
Suamiku : "itu lo tukang rumput yang ngurusi rumput di Gelora Bumi Kartini mau diboyong ke Jakarta untuk ngurusi rumput yang di stadion Gelora Bung Karno, kan rumput di Bumi Kartini bagus banget"
Hmmm... bahkan seorang tukang rumput pun bisa berprestasi sedemikian rupa ya.
Bekerjalah dengan sungguh-sungguh, dengan hatimu, insyaAllah rejeki/uang pun akan datang mengikuti usahamu.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah meninggalkan komentar ^_^