27 Apr 2012

Mehrunnisa The Twentieth Wife



Mehrunnisa The Twentieth Wife
Indu Sundaresan

I.PENDAHULUAN
Pembicaraan tentang pokok dan tokoh diawali dengan kajian instrinsik yang berkaitan dengan kajian tentang topik, tema, dan pesan, serta kajian tentang tokoh dan penokohan. Sedangkan secara ekstrinsik, kajian pokok dan tokoh dapat dilanjutkan ke dalam bidang psikologi, sosiologi, filsafat, dan religi.

II.SINOPSIS
Mehrunnisa, yang artinya “matahari para wanita”, adalah anak keempat Ghias Beg, yang berkebangsaan Persia. Dia lahir pada saat perjalanan keluarganya menuju India, untuk meminta perlindungan dan mencari kehidupan yang baru. Karena di Persia, Ghias Beg akan dihukum mati disebabkan tidak dapat melunasi hutang-hutang keluarganya. Awal kehidupan mereka di India sangat menyedihkan, tapi berkat kegigihan Ghias Beg mencari nafkah, kehidupan mereka membaik bahkan Ghias Beg menjadi salah satu orang kepercayaan raja India, yaitu Sultan Akbar.
            Walaupun memiliki kehidupan yang cukup mapan, tapi keluarga mereka tetap dipandang sebelah mata oleh para bangsawan di India, karena dianggap tidak sepadan. Jadi apabila ada acara-acara kerajaan, mereka hanya dianggap angina lalu.
            Ketika Mehrunnisa beranjak dewasa, Ratu Ruqayya menginginkan Mehrunnisa untuk menemaninya di istana. Disanalah Mehrunnisa bertemu dengan putra mahkota, Pangeran Salim. Pertemuan pertama itu telah membuat Pangeran Salim jatuh hati padanya. Sedangkan Mehrunnisa memang sudah menyukai Pangeran Salim sejak dulu, karena dia telah sering melihatnya ketika diselenggarakan acara-acara kerajaan.
            Perhatian dari Pangeran Salim membuatnya bahagia. Tetapi ia sadar akan perbedaan status mereka, sehingga ia berpura-pura tidak menanggapinya. Apalagi setelah itu ia ditunangkan oleh Sultan Akbar dengan seorang prajurit yang berjasa terhadap kerajaan. Titah sultan adalah segalanya, walaupun dari pihak keluarga tidak setuju tapi mereka tidak mungkin menentang perintah sultan.
            Ketika hal tersebut diketahui Pangeran Salim, sang Pangeran langsung meminta kepada ayahnya, Sultan Akbar, untuk membatalkan pertunangan tersebut, karena sang Pangeran sendiri yang ingin menikahi Mehrunnisa. Tapi Sultan Akbar menolaknya. Karena sultan sendiri yang memerintahkan hal tersebut jadi tidak mungkin ia pula yang menarik kembali.
            Setelah pernikahan Mehrunnisa dengan prajurit itu dilaksanakan, mereka bersua kemudian pindah dari ibukota kerajaan. Dan selama bertahun-tahun, Mehrunnisa tidak bertemu dengan Pangeran Salim. Tapi mereka berdua tidak dapat melupakan satu dengan yang lainnya. Mehrunnisa tidak bahagia hidup bersama suaminya, karena suaminya kasar dan suka berselingkuh.
            Suatu ketika, suami Mehrunnisa dihukum karena terlibat dalam pemberontakan terhadap sultan. Sultan yang berkuasa saat itu adalah Sultan Jahangir yang tidak lain adalah Pangeran Salim. Oleh sultan, suami Mehrunnisa diperintah untuk menceraikan Mehrunnisa, karena sang sultan ingin menjadikannya istri.

III. ANALISIS POKOK DAN TOKOH

A. ANALISIS INTRINSIK POKOK
            Pokok persoalan sastra secara intrinsic berkaitan dengan tema dan pesan karya sastra. Dalam novel Mehrunnisa The Twentieth Wife, mengangkat pokok persoalan tentang cinta. Pokok persoalan yang menjadi gagasan utama dalam novel tersebut adalah rasa cinta yang dirasakan Mehrunnisa dan Pangeran Salim. Dari kisah hidup Mehrunnisa dapat diketahui bagaimana perasaannya terhadap Pangeran Salim yang terus bersemayam dalam hatinya. Walaupun ia tahu bahwa bersatu dengan Pangeran adalah hal yang mustahil baginya. Begitu banyak hal yang menghalangi cinta mereka, mulai dari kelas social yang sangat jauh berbeda, Mehrunnisa yang dijodohkan dan menikah dengan prajurit dan lain sebagainya. Tetapi perasaannya terhadap Pangeran tidak pernah lekang oleh waktu dan keadaan.
            Dengan demikian, pokok persoalan dalam novel Mehrunnisa The Twentieth Wife adalah cinta. Tema mayor novel tersebut adalah perasaan cinta Mehrunnisa terhadap sang Pangeran dan apa yang dilakukannya untuk mendapatkan sang Pangeran. Tema minor meliputi tingkah laku Mehrunnisa dalam menarik perhatian sang Pangeran.
            Rasa sayang dan cinta yang dirasakan Mehrunnisa dan sang Pangeran sangat agung dan tulus. Dan cara-cara yang mereka gunakan untuk dapat bersatu dalam ikatan perkawinan pun tidak melanggar norma dan nilai yang berlaku saat itu. Dengan demikian, pesan moral novel tersebut adalah dalam menggapai cinta haruslah dengan cara yang baik dan tidak menyakiti orang lain.

B.ANALISIS EKSTRINSIK POKOK
Secara ekstrinsik pokok persoalan berkaitan dengan persoalan sosiologis, psikologis, dan religius.
a.Pokok Persoalan Sosial
Persoalan social dalam novel ini adalah adanya perbedaan kelas social yang sangat kentara. Perbedaan kelas social ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan memiliki harta yang banyak dan melimpah dan kedekatan dengan Penguasa. Kelas social di novel ini berdasarkan pada keturunan darah. Siapa nenek-kakek moyangnya dan apa jabatannya sangat menentukan kelas social mereka.
b.Pokok Persoalan Psikologi
Rasa cinta yang dirasakan Mehrunnisa dan Pangeran membuat mereka hampir saja lupa daratan. Mereka berdua hampir melanggar norma dan nilai yang berlaku. Hal ini menunjukkan Id dan Ego yang sangat memegang peranan dalam diri mereka berdua.
c.Pokok Persoalan Religius
Mehrunnisa adalah wanita yang sangat taat secara religius, walaupun dorongan cinta yang sangat kuat dalam dirinya untuk melakukan hal-hal yang terlarang berkenaan dengan perasaannya terhadap Pangeran Salim, tapi dia tidak mau menurutinya. Dia tetap berbakti kepada orang tua dengan tetap menikahi pria yang dijodohkan dengannya. Dia juga tatap taat beribadah terhadap Tuhan, walaupun masalah kehidupan yang dihadapinya sangat berat.

C.ANALISIS TOKOH
Beberapa perspektif kajian akan coba digunakan untuk menganalisa karakter Mehrunnisa, yaitu perspektif sosiologi, psikologi, dan religi. Secara detail hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Sosiologi
a. Pokok permasalahan            : Kelas Sosial
b. Character                             : Mehrunnisa
c. Penjelasan                            :
Mehrunnisa adalah seorang wanita yang sangat cantik. Dengan kesempurnaan ragawinya, ia juga dianugerahi dengan otak yang cerdas, “…ia anak yang cantik, baik raga maupun jiwanya.” (Sundaresan, 2008:84). Dan ia pun memiliki keluarga yang cukup kaya dan ayahnya memiliki kedudukan dalam pemerintahan. Tapi, bagaimana pun cantik dan cerdasnya ia, tetap saja pihak keluarga kerajaan tidak setuju jika Pangeran Salim mengambilnya sebagai istri (istri bagi seorang Pangeran adalah istri yang dinikah dengan upacara pernikahan dan dikabarkan ke khalayak ramai. Jadi berbeda dengan selir, yang cuma dinikahi saja tanpa rakyat tahu keberadaannya). Karena Mehrunnisa dianggap tidak memiliki darah kebangsawanan sehingga tidak pantas untuk dapat menjadi istri Pangeran Salim.
“Kenapa ia tidak mungkin menikahi pangeran kerajaan? Bagaimanapun ayahnya adalah pejabat istana yang dihormati; Sultan menghargai saran-sarannya.” (Sundaresan, 2008:84)
“…semua pangeran menikah karena alasan politis dan mereka hanya akan menikah dengan putri.” (Sundaresan, 2008:60)

            Sultan kemudian menjodohkan Mehrunnisa dengan seorang prajurit yang berjasa. Dan tidak mengijinkan Pangeran Salim untuk menikahinya. Dengan alasan bahwa wanita itu telah dijodohkannya dengan orang lain, dan Sultan tidak mungkin menarik janjiyang telah diucapkannya. “Tidak, Salim. Pertunangan tersebut dilakukan atas perintahku dan aku tidak akan mencabut kata-kataku”. Akbar memalingkan muka dari putranya saat dia berbicara. (Sudaresan, 2008:146)

            Kekuasaan Sultan adalah kekuasaan absolute, dan tidak ada orang yang bisa menentangnya.

  1. Psikologi
 Psikoanalisis Freud
a. Pokok permasalahan            : Seksualitas
b. Character                             : Mehrunnisa
c. Penjelasan                            :
            Ketika pertama kali bertemu, Pangeran Salim langsung jatuh hati pada Mehrunnisa. Mehrunnisa pun tidak dapat menampik gelora hatinya ketika Pngeran Salim ingin menyentuhnya. Menurut teori psikoanalisa Freud ini ada beberapa tahapan yang dilalui Mehrunnisa, yaitu:

Id                    : ia memiliki nafsu terhadap Pangeran Salim seperti digambarkan
“…tiba-tiba, dengan berani, Salim mengankat wajah Mehrunnisa dengan jarinya dan membungkuk mendekati wajahnya. Sesuatu menyala dalam diri Mehrunnisa.” (Sundaresan, 2008:141)

Ego                 :  keinginannya mulai timbul dan ia tidak bisa berpikir rasional
“…membuang kekhawatiran, Mehrunnisa menyentuh rahang sang Pangeran, dan berbuat lebih dari yang bisa dibayangkannya.” (Sundaresan, 2008:142)

Super Ego      : ia berpikir rasional, apa yang terjadi jika ia melanjutkan hubungan dengan Pangeran.
“Tapi, ia adalah milik pria lain. Seharusnya Mehrunnisa tidak melakukan semua ini.” (Sundaresan, 2008:142)

  1. Religi
a. Pokok permasalahan            : Keimanan
b. Character                             : Mehrunnisa
c. Penjelasan                            :
            Sejak menikah dengan pria yang dipilihkan Sultan Akbar untuknya. Mehrunnisa tidak bahagia. Yang pada dasarnya ia tidak mencintainya, suaminya sering berkata kasar kepadanya dan suka berselingkuh. Mehrunnisa tersiksa batin karena suaminya selalu menyalahkannya karena setelah bertahun-tahun menikah mereka tidak memiliki keturunan. Padahal gugurnya kandungan Mehrunnisa karena syok ketika melihat suaminya bercinta dengan budaknya di tempat tidur mereka. Bahkan ketika seorang anak telah hadir ditengah mereka, si suami tetap memperlakukannya dengan kasar, karena anak yang terlahir perempuan. Ini masih ditambah dengan rasa malu yang harus ditanggung Mehrunnisa dan seluruh keluarganya akibat dari keterlibatan suaminya dalam pemberontakan terhadap sultan yang berkuasa saat itu. “Ampuni keserakahanku, ya Allah, doa Mehrunnisa pelan. Terima kasih atas semua ini dan terima kasih telah membuatnya begitu sempurna” (Sundaresan, 2008:301)
            Walaupun mengalami kepahitan hidup, Mehrunnisa masih bersukur kepada Allah Swt (ia beragama Islam) atas semua nikmat yang dilimpahkan. Keluarga yang selalu mencintai dan memikirkannya, dan anak yang akhirnya dapat dimilikinya walaupun anak itu perempuan. “…rasa takjub terhadap anaknya tak juga berhenti. Terima kasih, ya Allah.” (Sundaresan, 2008:322)

1 comment:

Terima kasih sudah meninggalkan komentar ^_^