PENDAHULUAN
Pengetahuan tentang latar sosial dan budaya sangat
penting dalam kajian budaya begitu pula dalam kajian budaya inggris. Berdasarkan
karya Krishan Kumar terdapat beberapa peristiwa penting dalam sejarah
kebudayaan inggris. Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain Perang
Dunia II, perubahan sosial politik, perubahan sistem ekonomi, nasionalisasi
kebudayaan, politik identitas, politik media, perang cendikiawan, dan munculnya budaya populer sebagai budaya
tandingan. Beberapa peristiwa tersebut akan dibahas dalam sub bab berikutnya.
1. PERANG DUNIA II
Perang Dunia II dapat dikatakan sebagai garis pembeda
antara kebudayaan sebelum dan sesudah perang tersebut. Sebelum perang, ada
kemerosotan, sistem ekonomi mengacu pada standar emas (gold standart) dan dalam
bidang politik mengacu pada hegemoni konservatif. Setelah perang, terjadi terjadi
kebutuhan tenaga kerja yang banyak, sistem ekonomi mengacu pada Keynes
(John Maynard Keynes adalah ekonom Inggris yang pendapatnya disebut ekonomi
Keynesian, mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam teori ekonomi dan politik
modern, serta pada kebijakan fjskal pemerintah. Ia juga adalah peletak ide
dasar teori makroekonomi). Sedangkan dalam bidang politik hegemoni
konservatif sudah semakin berkurang. Diganti dengan politik untuk kesejahteraan
negara yang dibangun oleh buruh/pekerja. Dalam sistem sosial sebelum Perang Dunia
II terdapat pemisahan yang tajam antara kelas atas dengan kelas bawah, antar ”mereka
dan kita”. Perbedaan tersebut terlihat jelas pada budaya massa, perbedaan
budaya antara budaya tinggi (high culture) yang meliputi seni rupa, seni musik,
seni drama dan sastra dengan budaya rendah atau budaya massa (low culture) yang
berpusat pada film dan tontonan rakyat serta media tanpa kelas seperti
televisi.
Setiap orang mengenali kelebihan dan kelemahan dua
hal di atas. Untuk membuat pembaharu dan orang-orang radikal frustasi,
masyarakat Inggris pada saat yang sama harus membuat satu surat keterangan
tentang ’web sejarah’ dan ketidakmungkinan hal-hal baru dapat berhasil dalam
masyarakat. Itu melibatkan sebuah penggalan dalam kesadaran kolektif – ini
bukan fenomena yang lazim. Ini sangat masuk akal bagi orang Inggris, pada jaman
kejayaan mereka, perubahan sosial yang tiba-tiba tidak terjadi. Dari perspektif
tahun 80an, sangat mudah untuk melihat kelanjutan perubahan masyarakat Inggris
abad 20.
Perang Dunia II menjadi mesin perubahan sosial dan
politik; lebih dari pengangguran massal, lebih dari kegiatan partai-partai
politik; karena perang tersebut mengakhiri kolonialisme dan imperialisme serta
memunculkan negara-negara yang merdeka pasca perang tersebut.
2. MEMBUAT
KEBIJAKAN
Politik pada era 1940-1950 merupakan kelanjutan perang dengan alat lain. Idealisme
dan radikalisasi perang selama bertahun-tahun mengarahkan kekuatannya kepada
masa-masa pasca perang. Kebijakan damai para buruh adalah sebuah perpanjangan
waktu dari arus propaganda dan aktivitas yang progresif yang diluncurkan pada
saat pecahnya perang tahun 1930an, dan secara intensif mengikuti kegagalan
Dunkirk pada Juni 1940. William Beveridge, adalah seorang ekonom Inggris dan
pembaharu sosial, dikenal sebagai salah
satu tokoh rekonstruksi setelah perang. Dia mengemukakan skema tentang
perubahan sosial egalitarian dan kolektiktif.
3. NASIONALISASI KEBUDAYAAN
Perang juga berpengaruh pada politik identitas
dalam pembentukan nasionalisasi budaya. Pemerintah Inggris lebih berperan dalam
hal kesenian daripada sebelumnya selama dan sesudah perang dunia II. Pemerintah
menjadi patron (yang mengayomi dan memelihara) kesenian yang sangat penting,
salah satunya melalui kebijakan pendidikan.
4. PENDIRIAN DEWAN KESENIAN
CEMA (Council for the
Encouragement of Music and the Arts) merupakan wadah berkesenian bagi masyarakat Inggris, didirikan dengan
tujuan untuk menciptakan sebuah wadah, menyebarkan semangat, mengolah pendapat,
memberi rangsangan untuk tujuan menggabungkan baik seniman maupun masyarakat
dalam kehidupan komunal yang berkebudayaan. Oligarki (dari bahasa
Yunani : adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan
politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat,
baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer) dan pembangunan karakter
Dewan Kesenian tidak terpisahkan sebagai sebab maupun akibat dari orientasi
metropolitan yang terlalu berlebihan. Orientasi tersebut telah ada selama 35
tahun. Dewan kesenian yang berada di pusat pemerintahan mendukung
bermunculannya dewan kesenian daerah. Meskipun dana yang dimiliki tidak
sebesar lembaga-lembaga lain yang sudah mapan seperti The Royal Opera House,
Coven Garden, English National Opera, The National Theatre dan The Royal
Shakespeare Company. Dewan
Kesenian Daerah –dengan satu atau dua perkecualian seperti Northern Arts—telah
menjadi alat yang tidak berguna. Pertentangan antara dewan kesenian dan
penguasa menyebabkan orang-orang yang tidak tahu kesenian ditunjuk menjadi
pengurus yang sering mengkritik otoritas lokal dalam bidang seni.
5. POLITIK MEDIA
Media merupakan alat yang penting yang menjadi
corong kebudayaan Inggris. Salah satu media yang menonjol/populer adalah radio
BBC. BBC lahir dari perang dunia ke-2 yang penuh kegemilangan. Bagi orang
banyak BBC telah menjadi panutan baru sebuah sumber otoritas melalui bahasa,
selera atau citra budaya, promotor/penyelenggara musik nasional dan
menghidupkan kembali drama dan lagu nasional. Pada tahun 1945 secara nasional
dan internasional BBC mencapai puncak kejayaannya. Program-program BBC yang
terkenal misalnya The Turn of Screw, Family Favourite, Housewives’ Choices,
etc. Dengan adanya media audio visual membuat BBC terdorong untuk
terlibat dalam dunia pertelevisian. Televisi telah menjadi media hiburan dan informasi yang penting pada akhir
tahun 1960an. Hal ini menempatkan televisi dengan tugas sebagai pelapis budaya
umum bagi bangsa/masyarakat Inggris. Hingga tahun 1963 hanya 10% keluarga yang
tidak memiliki televisi, dan pada akhir 1960an hampir setiap keluarga telah
memiliki televisi. Lagi pula pemirsa televisi berasal dari berbagai kalangan
(usia, kelas dan kepercayaan). Pada akhir tahun 1970an masyarakat Inggris
menghabiskan sekitar 25 jam per minggu untuk menonton televisi. Waktu yang
dihabiskan untuk menonton televisi lebih banyak dibandingkan jam sekolah formal
atau jam kerja. Sebagai pengisi waktu luang masyarakat tidak hanya menonton
film tetapi juga berolahraga dan kegiatan di luar ruangan mereka. Sebagai
sebuah institusi dan aktivitas, televisi memapankan dirinya sebagai simbol yang
paling representatif dari budaya nasional. Kemunculan televisi tidak begitu
saja menjadi media nasional baru yang mantap/kokoh tetapi lebih merupakan
simbol perubahan utama dalam etos dan gaya hidup masyarakat Inggris. Televisi
menyiarkan bahwa perang dan semua yang berkaitan dengan perang telah berakhir.
Ekspansi televisi mengambil tempat di era pertumbuhan ekonomi yang tidak dapat
diperkirakan dan standar hidup yang meningkat. Televisi menjadi media masa-masa
Macmillan dari konsumerisme, individualisme, hedonisme yang belum pernah
dirasakan masyarakat Inggris sebelumnya. Munculnya penyiaran komersial pada
tahun 1954 mengukuhkan hubungan ini. pada akhirnya televisi menghancurkan
monopoli budaya BBC, hak dan kekuasaan sebagai juru bicara bangsa. Penyiaran
masih memberikan aspirasi untuk membangun ’kesatuan bangsa’; itu tidak lagi
dapat mengklaim sebagai juru bicara tunggal. Komersialisme dan persaingan
merupakan agen perubahan utama dalam jangka panjang. Salah satu TV komersial
adalah ITV tetapi televisi tersebut tidak mengacu pada TV komersial ala Amerika
karena TV tersebut berada dibawah arahan perusahaan milik negara. Undang-undang
penyiaran tahun 1954 membentuk sebuah badan pengawasan yang bernama ITA (yang
kemudian berubah menjadi IBA) yang kekuasaan dan fungsinya identik dengan
Boards of Governors of the BBC. ITV lebih inovatif dan siap tempur dalam gaya
interview dan dokumenter politis yang tidak pernah dimiliki oleh BBC. Tahun
1960an merupakan masa keemasan bagi satir dan komedi televisi dengan
program-program seperti Till Death Us
Do Part, Steptoe and Son That Was The Week That Was, etc Pada akhir tahun
1970an organisasi penyiaran juga mengalami konflik yang berkepanjangan seperti
halnya dewan kesenian. Persaingan antara BBC dan ITV terjadi pada tingkat
penerimaan komitmen masyarakat terhadap budaya secara keseluruhan. Dewasa ini
perkembangan baru dalam bentuk TV kabel, video recorder dan satelit penyiaran
terancam hancur. Baik perusahaan BBC dan ITV dihadapkan pada masa yang penuh
persaingan dengan media-media lain.
6. KELAS DAN BUDAYA PADA ERA 50an DAN 60an
Televisi menjadi ramuan pontensial baru dalam
budaya massa terkemuka telah lama mengingatkan kritikus budaya dengan
pengaruh-pengaruh yang meracuninya. Seperti yang disampaikan oleh Richard
Hoggart (adalah akademik Inggris dan publik figur yang karirnya meliputi
sosiologi, kesusastraan Inggris dan kajian budaya, dengan perhatian khusus pada
budaya populer Inggris) dalam bukunya The Uses of Literacy bahwa
kesenian massa yang baru mengukuhkan budaya komunitas dan kelas pekerja, dan
menggantinya dengan kepalsuan dari nilai-nilai promosi komersial. Antonny
Crosland dalam buku The Future of Socialism (1956) menyodorkan
perdebatan yang pahit dalam gerakan buruh terhadap filsafat revisionis yang
mengkhianati komitmen untuk menasionalisasi secara keseluruhan serta semboyan
buruh lainnya. Para sosiolog dengan kerasa melanjutkan terus menerus menegaskan
bahwa tidak terjadi perubahan besar dalam masyarakat Inggris. Karya satir Michael
Young yang berjudul The Rise of the Meritocracy meramalkan kelas/kasta
penguasa masa depan berdasarkan pencapaian pendidikan, seperti orang cina
mandarin, mengutuk semua kegagalan akademis menjadi kondisi subordinate yang permanen.
Masyarakat Inggris untuk pertama kali melepas jubah moralitas victorian yang
telah menyelubungi mereka sampai dengan perang dunia ke-2 dan seterusnya. Kaum
muda khususnya mencari dan menemukan kebebasan budaya dan moral baru dari orang
tua mereka. Keluarga, seks dan pernikahan tidak akan sama lagi. Tahun 1956
menyimbolkan dan merangkum perkembangan penting dan menandakan kehadiran
generasi baru. Hal tersebut membawa pada suatu kesadaran publik yang lebih luas
tentang ’gerakan anak muda yang marah’. Novelis, penyair dan dramawan menggugah
sebuah suasana daripada mengulur program atau fisafat yang konsisten. ’Hero’
atau ’anti-hero’ dalam drama dan novel diciptakan seperti yang disarankan
oleh Walter Allen begitu pula oleh
George Orwell dan FR. Leavis.
Gerakan tersebut mencari suatu panutan moral dan
sosial baru bagi masyarakat Inggris. The Outsider karya Collin Wilson
mengangkat tema dan kepribadian eksistensialis. Film Bill Halley yang berjudul Rock
Around the Clock yang diputar menyebabkan kericuhan para penonton yang
antusias dalam berbagai bioskop di kota dan di desa. Perusuh yang paling
dominan adalah kelompok Teddy Boys yang merupakan budaya kelas pekerja pasca
perang. Kemudian muncul kelompok-kelompok lain seperti the Mods, the Rockers,
the Skinheads, the Punks. Budaya
remaja yang berasal dari kelas pekerja menyebar ke semua umur dan kelas sosial.
Gerakan tahun 50an muncul kembali dalam perfilman
Inggris. Industri film Inggris hanya
memiliki kreativitas dalam satu dekade. Pada tahun tersebut muncul kemunduran
yang drastis karena industri mulai mengeksploitasi film-film perang dan komedi
rendah yang merupakan formula tahun 40an. Penonton film tenggelam akibat
persaingan antar televisi daripada sebagai akibat dari kualitas film yang
rendah. Generasi baru sutradara film seperti Lindsay Anderson, Karel Reisz dan
Tony Richarson penggerak gerakan dokumenter ’Free Cinema’ membuat sejumlah film
yang memiliki skrip dan gambar yang baik dalam gaya realisme sosial. Film
tersebut mencerminkan kehidupan dan
aspirasi kelas pekerja seperti dalam film-film seperti, Saturday Night and
Sunday Morning 1960, This Sporting Life 1963, etc.
7.
ARUS INTELEKTUAL DAN PENENTANGNYA
Pada akhir tahun 1970an, ancaman kepada
kesepakatan baik dalam bidang budaya, intelektual, dan politik sama banyaknya.
Pembagian ideologis telah berkembang dalam masyarakat inggris dari sesuatu yang
tidak diketahui sejak tahun 1930an. Pemerintahan konservatif di bawah Margareth
Thatcher dipilih untuk memutar balik kesejahteraan yang pernah diraih pada masa
sebelumnya. Sementara partai buruh menghendaki perubahan-perubahan yang radikal
seperti yang dicanangkan. Anggota partai buruh yang moderat keluar dari partai
tersebut dan membentuk partai baru yang bernama Social Democrat Party.
Pascaperang menjadi lebih rapuh daripada konsensus sosial dan politik. Pernyataan
yang paling menggerakkan pada tahun 1945
disampaikan oleh H.G.Well dalam karya terakhirnya Mind Arts The End of its
Tether. Hal tersebut
mengekspresikan suasana respon sastra dan budaya yang baik pada pascaperang di
inggris.
Terdapat dua macam
respon terhadap pascaperang Inggris. Sisi gelap tersebut tampak dalam
novel-novel pascaperang Evelyn Waugh seperti Brideshead Revisited, The
Ordeal of Gilbert Pinfold. Karya FA Hayeks yang berjudul Road to Serfdom
menentang persoalan perencanaan sosial. Arthur Koestler dalam The Yogi and
The Commissar dan Karl Popper dalam The Open Society dan The
Poverty of Historicism semuanya tahun 1945 menekankan kekakuan mendasar dan metafisis dalam bidang politik
dan ilmu pengetahuan tentang kebenaran. Misalnya pada tahun 1949 George Orwell
menulis Nineteen Eightyfour serta Animal Farm di tahun 1945. Telah muncul kebangkitan yang kuat dari
politik tradisional dalam bentuk marsisme Inggris setelah tahun 1956 di bawah
gerakan New Left. Konsep Marxis tentang alienasi menyumbangkan akses yang
sangat kuat terhadap wilayah yang biasanya diabaikan oleh teori politik
tradisional contohnya rutinitas dan kebosanan terhadap pekerjaan yang menumpuk,
etos budaya massa yang tidak manusiawi, ketegangan dan frustasi kehidupan
keluarga modern dan hubungan antargender. Dalam tulisan-tulisan Raymond Will
(Culture and Society 1780-1950, 1958, The Long Revolution, 1961) dan
sejarahwan E.P. Thompson (The Making of the English Working Class, 1964)
kebutuhan terhadap demokrasi yang lebih penuh dan partisipatoris lebih
memperhatikan pekerjaan, budaya dan komunitas daripada organisasi pemerintah.
Hubungan New Left dengan gerakan sosial politik
selalu menyisakan keresahan dan keterpisahan sosial. Pengaruhnya lebih kuat
dalam pendidikan tinggi terutama dalam para professional media lulusan
universitas dalam bidang TV, film, teater, penerbitan dan gerakan komunitas
seni. Lembaga-lembaga budaya seperti the Institute of Contemporary Arts dan
the British Film Institute tampak didominasi oleh para cendikiawan
marxis. Jurnal-jurnal dan majalah-majalah baru yang berbau marxis Screen (dari
BFI), The Socialist Register, Radical Science Journal, Working
Papers in Cultural Studies. Intelektual EP Thompson dan Raymond William
berasal dari tradisi kritik sastra Inggris. Mereka menjembatani kelompok
opisisi para kritikus budaya periode pascaperang. Hal ini merupakan lanjutan
bentuk kritik sastra yg dikembangkan pada era tahun 30an seperti Criterion
and Scrutiny dalam tulisan-tulisan TS.Eliot, WB Yeats, DH Laurence, dan FR
Leavis. Jauh sebelumnya merupakan tradisi respon kritik terhadap industrialisasi
yang terdapat dalam karya-karya Coleridge, Carlyle, Dickens, Arnold dan Ruskin.
Pada tahun 1948 muncul tulisan Eliot yang berjudul Notes Toward the
Definition of Culture dan tulisan Leavis yang berjudul The Great
Tradition. Posisi Eliot secara radikal lebih konservatif. Dia percaya bahwa
budaya merupakan kreasi kaum elit yang disumbangkan oleh keanggotaan mereka
dari kelas-kelas sosial yang lebih tinggi dan bahwa politik modern yang
cenderung mengancam dasar-dasar kebudayaan dan peradaban eropa. Leavis memiliki
visi yang lebih liberal menekankan kepentingan pusat-pusat keunggulan dalam
pengolahan dan penyebaran nilai-nilai tertinggi dalam kebudayaan yang
dieksplorasi oleh para penulis besar inggris di masa lalu. Dia melihat
universitas sebagai pusat tersebut. Dalam tulisan berikutnya misalnya Nor
Shall My Sword (1972) dia mengekspresikan kemarahan bahwa para politik,
pengusaha dan cendikiawan melakukan konspirasi untuk merendahkan budaya. Dengan
keawaman dan kesinisan mereka terhadap budaya massa yang tidak memiliki
perbedaan.
Di tahun 1959, seorang ilmuwan dan novelis, C.P.Snow
memberi kuliah the Rede di Cambridge tentang The Two Cultures and the
Scientific Revolution. Snow menyarankan bahwa sifat melihat ke belakang
yang didominasi budaya literer tradisional Inggris yang dominan serta pastoralisme
notalgis dan memusuhi mesin dan manifestasi lain dari iptek akan lebih
melemahkan di masa mendatang. Dalam hal ini pendidikan merupakan isu kunci.
Pendidikan tinggi didominasi oleh etos kaum elit
dari Oxbridge. Peran penting dalam perdebatan dari tahun-tahun tersebut
dimainkan secara mengejutkan oleh majalah sastra dan politik intelekktual
Encounter yang didirikan pada tahun 1953 di bawah editor anglo america
mendengungkan retorika arrogansi mesianik yang terdapat dalam credo marxisme
leninisme serta Fasisme dan mengumandangkan berakhirnnya ideologi di Barat. Satu
volume essay yang diedit oleh Hugh Thomas dengan judul The Establishment
(1959) menunjukkan satu sumber dominasi masyarakat oleh kaum elite kuno. Judul
lain seperti essay Eric Wigham, What’s Wrong with the Unions (1961);
A.Hill dan A. Whichelow, What’s Wrong with Parliament (1964), etc.
8. BUDAYA MASSA DAN BUDAYA UMUM
Ketika J.B.Priestley menulis ’English Journey’
tahun 1934 dia menemukan tiga Inggris. Yaitu ’Old England’ (sebuah negara
dengan katedral dan gereja-gereja dan rumah-rumah bangsawan dan
penginapan-penginapan), ’Nineteenth-Century England’ (Inggris yang industrialis
dengan batubara, besi, baja, kapas, wol dan kereta api) and ’New England’
(sudah terpengaruh budaya Amerika).
Priestly tidak menyukai ’New England’, dia
menganggap itu terlalu meniru Amerika, kurang spontanitas. Tapi ia menerimanya
karena secara garis besar dari populasilebih disukai daripada dua Inggris yang
lain dan hal itu merupakan gelombang kemajuan.
Dampak penyebaran budaya amerika yang cepat
setelah perang membuat Priestley berpikir bahwa dirinya terlalu optimis tentang
hal tersebut. Admass telah muncul sebagai nama untuk keseluruhan sistem dari
peningkatan produktivitas, inflasi dan kenaikan standar kehidupan material,
tekanan promosi dan penjualan yang tinggi, komunikasi massa, demokrasi budaya,
kreasi pikiran massa dan manusia massa yang serba berlebihan. Masyarakat budaya
massa masih harus diterima oleh para penganggur yang tidak memiliki masa depan.
Institusi-institusi dan perubahan budaya sejak perang tidak menghasilkan budaya
masyarakat tetapi mereka mengurangi jarak budaya antara kelompok sosial secara
besar-besaran. Terdapat nilai-nilai, sikap-sikap, dan kepercayaan yang lebih
umum dalam masyarakat inggris sekarang daripada waktu-waktu sebelumnya. Hal ini
selalu menggerakkan bahaya mengalah kepada budaya massa. Tetapi masyarakat Inggris
telah membuktikan secara signifikan terhadap aspek terburuk dari budaya massa.
Semoga bermanfaat
Perang dunia II keknya memberikan pengaruh yang cukup signifikan, ya?
ReplyDelete@ alamendah : iya mas...semua jadi banyak berubah krn PD II
ReplyDeletesalam kenal juga mbak, srmarangnya mana?
ReplyDelete@ lidya : Di daerah jatingaleh mbak
ReplyDeleteSudah pernah ke Semarang mbak?
Wehehehe. Orang situ aja ternyata
ReplyDelete@ Madjongke : orang semarang juga kah?
ReplyDelete