27 Aug 2013

Salon Thailand dan Salon Lokal

Saat ini sedang ramai-ramainya pembahasan mengenai kesiapan Indonesia menyongsong pasar bebas di kawasan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) tahun 2015. Saat itu, mau tak mau kita harus menyiapkan diri di semua lini kehidupan untuk bersaing dengan sumber daya manusia dari negara ASEAN lainnya. Termasuk lapangan pekerjaan di mana semua orang berhak bersaing untuk memperebutkannya. Apakah Indonesia siap? Apakah rakyat kita mampu? Itu adalah contoh pertanyaan yang bergulir saat ini. 


Adanya pasar bebas itu juga disambut dengan hangat oleh para pelaku bisnis, mereka menganggapnya sebagai peluang yang sangat bagus. Karena bisa melebarkan sayap bisnisnya lebih lebar lagi. Bagaimana dengan pelaku bisnis dengan modal sedikit, mereka pun harus mulai bersiap-siap meningkatkan kualitas pelayananannya.

Pasar bebas ini jangan dianggap sebagai pasar ekspor dan impor saja, akan tetapi pasar bebas dalam usaha-usaha menengah juga, semisal salon. 

Kira-kira apa yang terjadi jika ada salon Thailand ada di sekitar lingkungan rumah kita? Yang pertama, pasti deh pada penasaran salon Thailand itu seperti apa. Apa saja perawatan kecantikan yang ada di sana? Bagaimana pelayanannya? Dan mungkin juga ingin tahu kapsternya orang Thailand juga kah? hehe. Seperti biasa di semua orang pasti ingin mencoba hal baru. Untuk tahu seperti apa rasanya.

Dan apakah itu merupakan ancaman bagi pengusaha salon lokal? Tentu saja. Akan tetapi jangan berburuk sangka dulu, tanpa adanya salonThailand itu bukankah persaingan sudah ada antara salon lokal? Jadi jangan ciut atau malah marah dengan adanya tambahan pelaku dalam bidang yang sama.

Sebagai tambahan, saya mengenal salon sejak memasuki bangku kuliah. Bukan untuk perawatan atau mempercantik diri lho, akan tetapi untuk kursus salon. Ketika belajar tentang cara merawat dan mempercantik diri itu saya jadi tahu bahwa pekerjaan di salon bukanlah hal yang mudah. Ada standar-standar pelayanan dan pengerjaan untuk berbagai perawatan. 

Dan disela-sela mengajari dasar-dasar tentang perawatan, guru saya, almarhumah Bu Handoko, menceritakan kisahnya bagaimana dia bisa nyemplung di dunia salon. Yang membuat saya kaget adalah untuk membuka salon, seharusnya si pemilik salon atau kapster yang bekerja di salon tersebut paling tidak memiliki sertifikat lulus ujian nasional dari lembaga kecantikan yang juga bersertifikat. Sehingga mereka dinyatakan memiliki kemampuan tentang tata kecantikan kulit/tata kecantikan rambut.

"Beuh, motong rambut aja harus punya sertifikat ya" pikir saya ketika itu.

Yang lebih menakjubkan, alm. Bu Handoko kerap melakukan perjalanan ke luar negeri untuk menimba ilmu persalonan. Jangan dibayangkan bahwa beliau adalah pemilik salon besar dan terkenal di Semarang ya. Salon Suciana milik beliau 'cuma' salon rumah biasa, yang hanya menyediakan 2 tempat duduk di depan cermin untuk potong rambut dan satu tempat tidur untuk perawatan wajah. Tapi jangan ditanya apa saja peralatan yang ada di sana, semua ada, mau perawatan atau mempercantik diri juga tersedia. Bahkan pelanggan rela antri sekedar untuk facial, karena krim-krim yang dipakai adalah krim buatan beliau sendiri yang menggunakan jasa apoteker.

Nah loh, siapa bilang kalau tenaga kecantikan di Indonesia tidak terdidik? Nyatanya pemilik salon rumahan memiliki segudang pengalaman di bangku formal mau pun non formal untuk mengasah kemampuannya. Jadi dengan siapa pun dan apa pun bentuk persaingan dalam usaha dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, jangan sampai membuat kita menyalahkan keadaan. Persiapkan diri dengan meningkatkan kualitas dalam segala hal.

5 comments:

  1. sama2 bersertifikat,salon2 kita g kalah bagusnya sama salon thai..lagi2 itu tugas pengusaha salon....moga semkin siap :D

    ReplyDelete
  2. Ada harga, ada rupa. Yang mahal, tentu makin oke pelayanannya :D

    ReplyDelete
  3. Nek ning LPMP ono penataran motong rambut ala Thailand aku dikabari yo Mbak...

    ReplyDelete
  4. makin punya ilmu, makin bagus suatu bisnis ya, mba.

    ReplyDelete
  5. wah .. keren ya mbak bu handoko yg sering menimba ilmu persalonan di negara lain. Jid ingat iparku yg punya Salon kecil di kampung halaman sana, terpajang juga sertifikat Saat dia lulus mbak :)

    ReplyDelete

Terima kasih sudah meninggalkan komentar ^_^