Ketika
berumur 17 tahun, saya begitu bangga dan berdebar karena saat itu saya akan
melakukan pemilihan umum pertama saya. Iyes, saya ikut berperan serta dalam
demokrasi untuk negeri ini. Pengalaman pertama itu mungkin sudah tidak berbekas
dari ingatan akan tetapi saya masih ingat sekli betapa bangganya saya saat itu.
Sejak
saat itu saya tidak pernah absen untuk turut dalam setiap pemilihan umum yang
kemudian berkembang menjadi pemilihan legislatif (pileg), pemilihan
walikota/bupati, pemilihan gubernur (pilgub), dan pemilihan Presiden (pilpres).
Bagaimana ketika tidak ada pilihan baik untuk dipilih? Beberapa teman
menyatakan kalau mereka tidak akan memilih alias golput (golongan putih).
Kabarnya golongan yang satu ini jumlahnya sangat banyak. Mereka beranggapan
golput adalah pilihan yang terbaik. Karena tidak mau bertanggung jawab menanggung
dosa memilih pemimpin yang kelak terbukti tidak baik.
Di
tahun 2014 ini gegap gempita Pilihan Presiden begitu menggema. Entah mengapa
tahun ini sangat berbeda dari periode-periode sebelumnya. Pak Budhi sudah
memprediksi tahun 2014 adalah tahun yang panas dan itu menjadi kenyataan. Hiruk
pikuk tidak hanya terjadi di sosial media tapi juga di dunia nyata. Banyaknya
kampanye negatif yang bersliweran membuat banyak pihak kebingungan. Harus pilih
yang mana, 1 (satu) atau 2 (dua)? Buntut-buntutnya mereka akan berusaha untuk
golput saja, toh, kedua pilihan sama-sama tidak baik.
Sebenarnya
memilih itu hak atau kewajiban? Bisa keduanya jika kita memandang dari sisi
yang berbeda. Bila kita warga negara Indonesia dan telah berusia 17 tahun atau
lebih serta telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) maka kita berhak untuk
memilih. Nah, kalau hak berarti bisa juga tidak digunakan, bukan? Tentu saja. Akan
tetapi dalam setiap pemilihan juga terselip kewajiban bernegara yang ada pada
kita. Memilih bukan lagi hanya hak tetapi juga kewajiban sebagai warga negara. Hak
bisa kita lepaskan tapi kewajiban harus ditunaikan.
Jika
selama ini nasionalisme terus digembar-gemborkan, kita tidak perlu melakukan
hal yang besar dan di luar kemampuan kita untuk membuktikan nasionalisme kita.
Cinta tanah air bisa diwujudkan dalam memilih pemimpin bangsa. Iya, memilih
pemimpin bangsa.
Mari
ikut handarbeni, handuweni dan hangrungkebi tanah air tercinta dari hal kecil yaitu
mencoblos selama 5 menit untuk memilih pemimpin 5 (lima) tahun kedepan. Jika
kewajiban bernegara ini sudah dilakukan, mari sama-sama berdoa semoga Indonesia
Jaya seperti yang diharapkan seluruh bangsanya.
Narsis adalah keharusan :P |
semoga yang terbaik untuk indonesia siapapun pemimpinnya
ReplyDeletebetul,,siapapun pemimpinnya,,semoga amanah ya,,,
ReplyDeleteSiap melaksanakan hak & kewajiban sy mbak... Setelah itu ikut berdoa smga siapapun yg trrpilih adlh yg terbaik bg negeri ini n smga ttp amanah hingga akhir jbtan.
ReplyDeleteslogan 'narsis adalah keharusan'nya itu oke banget mbak hihihihi
ReplyDeletejangan Golput untuk Pilpres besok ya mba...
ReplyDeleteGue nggak golput kok kali ini.
ReplyDeletepastikan jangan golput ya, karena pastinya suara kita ikut menentukan masa depan bangsa ini
ReplyDeleteYang pasti kita jangan mau dijebak oleh POLITIK yang akan memecah persahabatan serta persaudaraan kita dan PILHLAH SESUAI HATI KITA..hee
ReplyDeleteihiyy, ntar mau narsis juga ah :D kali aja ada kuis di twitter *lho :P
ReplyDeleteMengamini doanya mbak esti
ReplyDeleteUhuuy, kompak bangett, Ibuu. :)
ReplyDeleteSemarang aman2 wae mbokan?
Mbanjar adem ayeem. . .
Melakukan bagian kita ya Jeng, mari setiap komponen melaksanakan bagiannya pasca pilpres 9 Juli. Salam hangat kami Jeng Esti.
ReplyDeleteWah lama ga update blog yaa mbak Esti...nah gitu dong jelas kompakan banget. Semangat ngeblog ya :)
ReplyDeleteAku milih lewat pos mbak :)
ReplyDeletenggak enakan lewat Jne Aja yah
ReplyDelete