Media darling atau bisa juga disebut sebagai kesayangan media, tentu tak asing lagi bagi kita. Bagaimana seorang tokoh masyarakat, pejabat atau pun artis selalu saja menjadi berita, baik di koran, tabloid atau pun liputan di televisi. Tiada hari tanpa berita si media darling ini, dari dia mau ke mana, sedang apa, dan besok mau bagaimana semua terungkap dengan sangat gamblang. Bahkan seakan-akan kita juga hadir dan melihat si dia dalam kesehariannya. Seakan-akan kita juga menjadi bagian dari si dia.
Sempat saya bertanya sendiri, apakah para pencari berita itu mengikuti si dia selama 24 jam sehari nonstop? Bagaimana kalau malam hari? Apakah mereka juga menunggu di depan rumah si dia, bahkan ketika subuh pun mereka bisa membuntuti si dia ketika keluar rumah lengkap dengan kamera besar mereka. Betapa berat pekerjaan para pencari berita itu. Betapa profesionalnya mereka, pikir saya ketika itu.
Hingga suatu ketika saya bertanya kepada teman lain yang berprofesi sebagai pencari berita. Dan dia tertawa serta menjawab di sela-sela tawanya, “Ah, kamu itu bagaimana sih. Gak mungkinlah kita sampai tahu kegiatan sehari-harinya si dia dengan cara membuntuti dan menunggui setiap saat. Justru si dia yang membutuhkan kita. Si dia, lewat manajernya yang akan memberitahukan kepada kita segala kegiatannya.”
Hingga suatu ketika saya bertanya kepada teman lain yang berprofesi sebagai pencari berita. Dan dia tertawa serta menjawab di sela-sela tawanya, “Ah, kamu itu bagaimana sih. Gak mungkinlah kita sampai tahu kegiatan sehari-harinya si dia dengan cara membuntuti dan menunggui setiap saat. Justru si dia yang membutuhkan kita. Si dia, lewat manajernya yang akan memberitahukan kepada kita segala kegiatannya.”
Oh oh…baru saya tahu, ternyata tidak hanya para pencari berita saja yang membutuhkan berita, sekarang banyak orang juga ingin diberitakan. Kok malah seperti acara Reality Show aja. Aih, jadi ingat keluarganya Kim Kadarshian (eh bener gak ya tulisannya?)
Mungkin juga para media darling ini sudah sangat paham tentang pepatah (entah oleh siapa) yang menyatakan: Siapa pun yang menguasai media, dia yang akan menguasai dunia atau media adalah Tuhan kedua.
Saya jadi teringat berita beberapa hari lalu, bahwa ada dua stasiun televisi yang dituding memberikan berita yang tidak benar sehingga merugikan sekelompok orang. Dan itu bukan berita pertama dan terakhir tentang tuding-menuding, tuntut-menuntut, dan balas-membalas tentang kebenaran sebuah berita.
Ketika satu dekade lalu para pencari berita berteriak pada pemerintah orde baru yang dianggap memberangus hak-hak mereka karena terbelenggu (semacam) aturan negara. Dan ketika saat ini mereka dengan kebebasan yang diharapkan juga bertanggung jawab terhadap semua berita yang mereka tayangkan. Sangat diharapkan media tetap memegang teguh terhadap indepensi yang mereka agung-agungkan dulu. Tanpa memihak salah satu pihak karena unsur pertemanan, ketidaksukaan atau bahkan uang.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah meninggalkan komentar ^_^